Sabtu, 25 April 2009
Analisis SWOT
dapat merupakan sumber kekuatan, kelemahan, kesempatan, atau ancaman,
misalnya:
Beberapa contoh lingkungan internal lembaga pendidikan;
1. tenaga kependidikan dan staf adminstrasi
2. ruang kelas, laboratorium, dan fasilitas sarana prasarana
(lingkungan belajar).
3. siswa yang ada
4. anggaran operasional
5. program riset dan pengembangan iptek
6. organisasi atau dewan lainnya dalam sekolah
Bebrapa contoh lingkungan eksternal lembaga pendidikan
1. tempat kerja yang prospektif bagi lulusan
2. orang tua dan keluarga siswa
3. lembaga pendidikan pesaing lainnya
4. sekolah /lembaga tinggi sebagai persiapan lanjutan
5. demografi sosial dan ekonomi penduduk
6. badan-badan penyandang dana
3. Survei Internal tentang Kekuatan dan Kelemahan
Secara historis, para administrator berupaya menarik minat siswa agar
memasuki/memlih program yang ada pada lembaga pendidikan mereka dengan
cara meningkatkan promosi dan iklan tanpa memperhatikan kelemahan dan
kekuatan lembaga pendidikan yang mereka kelola. Apabila, keadaan audit
internal seperti ini dilaksanakan, maka akan timbul area/aspek yang
menghendaki beberapa perubahan. Lebih dari itu, potensi dan
kemungkinan-kemungkinan akan adanya service dan program-program
inovasi baru bisa juga muncul. Dengan membuat seluruh daftar tentang
kelemahan internal maka akan tampak area/aspek yang bisa diubah guna
untuk memperbaiki kinerja lembaga pendidikan, termasuk segala
sesuatunya yang berada di luar jangkauan kontrol. Contoh mengenai
kelemahan inheren adalah cukup banyak. Misalnya sebagai berikut: moral
staf adminstrasi dan staf pengajar yang rendah; bangunan infrastruktur
yang kurang memadai; fasilitas sarana prasarana, serta laboratorium di
bawah standar; langkanya sumber-sumber daya instruksional; dan
termasuk lokasi lembaga pendidikan tersebut.
Sedangkan kekuatan yang ada perlu juga didaftar, sebagai contoh
kekuatan potensial dapat berupa: (a) pembebanan biaya pendidikan yang
rasional terhadap siswa; (b) tenaga pengajar yang berdedikasi dan
bermoral tinggi; (c) akses dengan lembaga pendidikan lanjutan atau
universitas-universitas yang lain, dimana siswa dapat mentransfer
kredit mata pelajaran yang telah diperoleh; (d) reputasi yang baik
dalam menyediakan pelatihan yang diperlukan untuk memperoleh
pekerjaan; dan (e) perbedaan populasi siswa.
Penaksiran kekuatan dan kelemahan juga bisa dilakukan melalui survei,
kelompok-kelompok fokus, wawancara dengan murid dan bekas murid, dan
sumber-sumber lain yang dapat dipercaya. Begitu kelemahan dan kekuatan
tergambar, maka akan memungkinkan untuk mengkonfirmasi item-item
tersebut. Harus dimafhumi bahwa persepsi yang berbeda-beda bisa
timbul, tergantung pada kelompok-kelompok representatif yang dihubungi
dan dimintai pendapatnya.
4. Survei Eksternal tentang Ancaman dan Kesempatan
Gambaran eksternal bersifat komplementer terhadap self-study internal
di dalam analisis SWOT. Pengaruh-pengaruh nasional dan regional
seperti masalah-masalah lokal dan negara adalah yang paling penting
dalam memutuskan program baru apa saja yang perlu ditambah atau
program yang sudah ada dan perlu dimodifikasi atau diganti. Gilley
dkk. (1986) menetapkan sepuluh dasar-dasar institusi yang
"on-the-move" (sedang maju), salah satunya adalah kemampuan institusi
atau lembaga untuk menjaga pengawasan yang lebih dekat atas
masyarakat. Tidak hanya administrator saja yang harus mengawasi
masyarakatnya, namun mereka juga memainkan perananan kepemimpinan
dengan memberikan isu-isu itu yang berkaitan secara langsung maupun
tidak.
Informasi tentang iklim dan trend bisnis yang ada, perubahan penduduk,
dan jumlah pegawai serta tingkat lulusan sekolah menengah harus
dipertimbangkan dalam tahap studi pengembangan ini. Sejumlah sumber
informasi harus diliput, tidak hanya terbatas kepada pengurus sekolah
saja, melainkan termasuk orang tua siswa, tokoh masyarakat, surat
kabar, majalah, jurnal pendidikan, dewan penasehat, dunia industri,
dan lainnya. Sehingga masing-masing dapat merupakan sumber potensial
sebagai informasi yang sangat berharga.
Ancaman harus dikenali, sebab ancaman dapat berwujud dalam berbagai
bentuk. Besarnya anggaran pendidikan yang terbatas dianggap suatu
peraturan daripada dianggap sebagai suatu pengecualian. Anggaran
pemerintah umumnya diperuntukkan pada usaha pengembangan pendidikan
yang tidak bersifat khusus, sehingga mempunyai dampak atas pelaksanaan
program dengan anggaran-tinggi. Terbatasnya industri/dunia kerja untuk
menyerap tenaga kerja sebagai keluaran pendidikan. Lembaga pendidikan
lain yang sejenis atau perguruan tinggi telah lebih dulu membuat
beberapa program baru untuk menarik siswa lebih banyak atas program
yang sama. Di samping juga, menurunnya jumlah lulusan sekolah menengah
dapat menimbulkan suatu ancaman dengan adanya berkurangnya permintaan
siswa terhadap program yang telah direncanakan.
Adanya suatu perubahan kesadaran atau pola pikir masyarakat akan
menciptakan kesempatan potensial untuk memberikan isu-isu baru dengan
jalan memberikan layanan pendidikan yang lebih bermutu dan
berkualitas. Kepedulian masyarakat terhadap lingkungan yang bersifat
global, juga mempunyai areal/aspek kesempatan. Industri atau bisnis
baru apa yang dapat muncul di masa akan datang, dengan mencari siswa
lulusan pendidikan kejuruan berketrampilan serta terlatih baik.
Harus dipahami juga bahwa kesempatan dan ancaman tidak absolut
sifatnya. Apa yang pertama-tama nampak akan menjadi suatu
kesempatan/peluang, mungkin tidak muncul bila dikaitkan dengan
sumber-sumber daya atau harapan masyarakat. Makin banyak sumber daya
atau harapan masyarakat, maka makin besar pula tantangan dalam
menggunakan metode analisis SWOT, sehingga memungkinkan untuk membuat
penilaian yang benar dan tepat serta lebih menguntungkan baik secara
institusi maupun lingkungan masyarakat. Dalam lembar-2 dan 3
menggambarkan sebuah contoh penggunaan lembaran kerja analisis SWOT.
Kamis, 23 April 2009
Strategi Manajemen Diri
1. Untuk memiliki motivasi diri yang dahsyat dan selalu dalam performa yang tinggi dan stabil, maka kita harus mengandalkan motivasi dari diri sendiri (motivasi intrinsik) dan jangan mengandalkan motivasi dari luar/lingkungan (ekstrinsik). Contoh motivasi ekstrinsik adalah pujian, lingkungan yang mendukung atau upah yang besar. Kalau kita tergantung pada motivasi ekstrinsik maka kita akan menunggu dimotivasi. Padahal motivasi dari luar itu tidak selalu kita dapatkan, sehingga akhirnya motivasi kita jadi naik turun tergantung stimulus dari luar.
Sedang motivasi intrinsik bisa kita bangkitkan kapan saja sesuai kehendak kita, bahkan bisa terus kita bangkitkan sehingga kita akan selalu mempunyai motivasi yang tinggi. Caranya bisa dengan berbagai cara (saya telah menulis buku yang khusus membahas soal ini, judulnya : Total Motivation), diantaranya : dengan membayangkan manfaat besar yang akan didapat, melakukan sugesti untuk menyenangi pekerjaan yang sedang kita lakukan, menumbuhkan rasa tanggung jawab dan meyakini bahwa kita baru berarti hidup di dunia ini jika berhasil melakukan pekerjaan tersebut atau dengan cara memaksa diri bertindak walau ogah-ogahan (karena pada dasarnya sebagian besar motivasi/semangat muncul ketika kita beraktivitas, bukan sebelum beraktivitas).
2. Untuk strategi merealisasikan target dan planning yang sudah dibuat, caranya adalah : bawa target dan planning tersebut ke alam bawah sadar kita. Dengan membawa ke alam bawah sadar, kita akan bergerak sepenuhnya dan menjadikan target/planning tersebut sebagai kebiasaan sehari;hari. Bagaimana cara membawa target/planning kita ke alam bawah sadar? Caranya dengan selalu mengingat dan mengevaluasi pencapaian target tersebut. Oleh karena itu kita harus punya waktu minimal 30 menit sehari untuk mengevaluasi pencapaian target hidup kita. Jangan pernah bosan dan putus asa untuk mengevaluasinya setiap hari. Sebab ketika Anda tidak lagi mengevaluasinya setiap hari, maka target tersebut berubah hanya menjadi rencana di atas kertas belaka.
3. Untuk menumbuhkan kepercayaan diri yang mantap, maka kita harus selalu berpikir positif bahwa kita bisa, kita baik dan kita pasti sukses. Kita bisa karena Allah pada dasarnya telah mengaruniakan kita otak yang hebat dan tubuh yang luar biasa. Otak kita lebih hebat dari komputer secanggih apa pun (bahkan otak kita yang membuat komputer). Kita baik karena pada dasarnya manusia mempunyai fitrah yang selalu mengajaknya untuk berbuat baik (disebut juga hati nurani). Kita sukses karena kita pernah mengalahkan 1 milyar lebih calon manusia (sperma) pada masa dahulu (tapi kita tidak ingat saja). Kemudian selain berpikir positif, kita juga harus bertumpu pada kelebihan kita supada PD. Maksudnya, jangan sering mengingat-ingat kekurangan kita. Sebaliknya lebih sering mengingat-ingat kelebihan/potensi kita. Bahkan kalau bisa kita beraktivitas yang sesuai dengan kelebihan/potensi kita supaya PD yang kita miliki lebih besar lagi. Dan yang terakhir, supaya kita selalu PD jangan lupa untuk tidak takut berbuat. Jangan takut gagal dan harus berani mencoba. Pada dasarnya ketakutan kita akan kegagalan lebih besar daripada kegagalan itu sendiri.
Demikian masukan dari saya. Semoga bermanfaat
Cara Mempengaruhi Orang Lain
-
Rational Persuasion: Adalah siasat meyakinkan orang lain dengan menggunakan argumen yang logis dan rasional. Seorang dokter yang memberi nasehat kepada pasien yang perokok berat, dengan menjelaskan efek buruk merokok bagi paru-paru dan hasil penelitian yang membuktikan bahwa para perokok lebih rentan menderita penyakit kronis lain. Adalah salah satu contoh rational persuasion ini.
-
Inspiration Appeals Tactics: Adalah siasat dengan meminta ide atau proposal untuk membangkitkan rasa antusias dan semangat dari target person. Contoh nyata penerapannya adalah, seorang menteri yang membawahi departemen komunikasi dan informasi (kominfo), yang membuka kesempatan kepada seluruh komunitas IT untuk membuat proposal dan ide tentang pengembangan e-government di suatu negeri.
-
Consultation Tactics: Terjadi ketika kita meminta target person untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang kita agendakan. Misalnya adalah menteri kominfo diatas yang kembali berkonsultasi kepada seluruh komunitas IT di suatu negeri dalam upaya mengajak partisipasi aktif dalam implementasi cetak biru e-government yang telah diproduksi oleh departemennya.
-
Ingratiation Tactics: Adalah suatu siasat dimana kita berusaha untuk membuat senang hati dan tentram target person, sebelum mengajukan permintaan yang sebenarnya. Sendau gurau seorang salesman terhadap langganan, pujian seorang pimpinan terhadap bawahan sebelum memberi tugas baru, ataupun traktiran makan seorang partner bisnis adalah termasuk dalam ingratiation tactics ini.
-
Personal Appeals Tactics: Terjadi ketika kita berusaha mempengaruhi target person dengan landasan hubungan persahabatan, pertemanan atau hal yang bersifat personal lainnya. Kita bisa mengimplementasikannya dengan memulai pembicaraan misalnya dengan, “Budi, saya sebenarnya nggak enak mau ngomong seperti ini, tapi karena kita sudah bersahabat cukup lama dan saya yakin kamu sudah paham mengenai diri saya …”
-
Exchange Tactics: Adalah mirip dengan personal appeal tactics namun sifatnya adalah bukan karena hubungan personal semata, namun lebih banyak karena adanya proses pertukaran pemahaman terhadap kesukaan, kesenangan, hobi, dsb. diantara kita dan target person.
-
Coalition Tactics: Adalah suatu siasat dimana kita berkoalisi dan meminta bantuan pihak lain untuk mempengaruhi target person. Strategi kemenangan karena jumlah pengikut dipakai dalam siasat ini.
-
Pressure Tactics: Terjadi dimana kita mempengaruhi target person dengan peringatan ataupun ancaman yang menekan. Seorang komandan pasukan yang memberi ancaman penurunan pangkat bagi prajuritnya yang mengulangi kesalahan serupa. Adalah contoh implementasi pressure tactics ini.
-
Legitimizing Tactics: Adalah satu siasat dimana kita menggunakan otoritas dan kedudukan kita untuk mempengaruhi target person. Presiden yang meminta seorang menteri untuk menyusun rancangan undang-undang, kepala sekolah yang meminta guru menyusun kurikulum pendidikan adalah beberapa contoh penerapan legitimizing tactics.
Senin, 20 April 2009
Strategi Pemasaran Lembaga Pendidikan
A. Pemasaran Jasa Pendidikan
1. Pengertian Pemasaran
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang melibatkan kegiatan-kegiatan penting yang memungkinkan individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan melalui pertukaran dengan pihak lain dan untuk mengembangkan hubungan pertukaran.[1] Pemasaran adalah suatu proses kegiatan yang dipengaruhi oleh berbagai factor sosial, budaya, politik, ekonomi, dan manajerial. Akibat dari berbagai pengaruh tersebut adalah masing-masing individu maupun kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan, menawarkan, dan menukarkan produk yang memiliki nilai komoditas (Cimodity Values)[2]
Pengertian Pemasaran Menurut WY. Stanton Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan dengan tujuan untuk merencanakan dan menentukan harga sampai dengan mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang bisa memuaskan kebutuhan pembeli aktual maupun potensial. Pengertian Pemasaran Menurut H. Nystrom Pemasaran merupakan suatu kegiatan penyaluran barang atau jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen. Pengertian Pemasaran Menurut Philip dan Duncan Pemasaran yaitu sesuatu yang meliputi semua langkah yang dipakai atau dibutuhkan untuk menempatkan barang yang bersifat tangible ke tangan konsumen. Pengertian Pemasaran Menurut Asosiasi Pemasaran Amerika Serikat / American Merketing Association Pemasaran adalah pelaksanaan kegiatan usaha pedagangan yang diarahkan pada aliran barang dan jasa dari produsen ke konsumen.[3]
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial di mana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain.[4] Pemasaran adalah usaha untuk menyediakan dan menyampaikan barang dan jasa yang tepat kepada orang-orang yang tepat pada tempat dan waktu serta harga yang tepat dengan promosi dan komunikasi yang tepat. Pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran.[5]
2. Unsur-unsur Pemasaran
Unsur utama dalam pemasaran dapat diklasifikasikan menjadi tiga unsur utama, yaitu:[6]
1) Unsur Strategi persaingan, meliputi:
a. Segmentasi pasar. Yaitu tindakan mengidentifikasi dan membentuk kelompok pembeli atau konsumen secara terpisah. Masing-masing konsumen ini memiliki karakteristik, kebutuhan produk, dan bauran peasaran tersendiri.
b. Targetting. Yaitu tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki.
c. Positioning. Yaitu penetapan posisi pasar. Tujuannya adalah untuk membangun dan mengkomunikasikan keunggulan bersaing produk yang ada di pasar ke dalam benak konsumen.
2) Unsur Taktik Pemasaran, meliputi:
a. Differensiasi, yang terkait dengan cara membangun strategi pemasaran di berbagai aspek perusahaan. Kegiatan membangun strategi pemasaran inilah yang membedakan differensiasi yang dilakukan suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya.
b. Bauran Pemasaran (marketing mix), terkait dengan kegiatan mengenai produk, harga, promosi, dan tempat atau yang lebih dikenal dengan sebutan 4 P, yaitu Product, Price, Promotion, dan Place.
3) Unsur Nilai Pemasaran
a. Merek (Brand)
Merek adalah nama, termin, tanda simbol, atau desain, atau kombinasi dari semuanya, yang ditujukan untuk mengidentifikasikan barang tau jasa sebuah/sekelompok penjual dan membedakannya dengan para pesaing. Merek mempunyai banyak arti penting buat konsumen, yaitu:
a. Sebagai identifikasi untuk membedakan antara satu produk dengan produk lain. Identifikasi ini diperlukan agar konsumen mempunyai kebebasan memilih produk dan merek mana yang memenuhi kebutuhannya.
b. Sebagai garansi atas kualitas dan kinerja dari produk yang akan dibeli. Merek akan memberikan rasa percaya diri kepada konsumen bahwa
c. Merek memberi status dan image pada seseorang. Dengan membeli merek tertentu, sudah menunjukkan bagaimana status sosial seseorang.
d. Merek memberi arti emosional. Seorang fans sebuah klub sepakbola misalnya, akan rela membeli berbagai macam merchandise yang dijual dengan atribut klub tersebut.
2. Jasa Pendidikan
a. Pengertian Jasa Pendidikan
Dewasa ini jasa pendidikan memegang peranan vital dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Akan tetapi, minat dan perhatian pada aspek kualitas jasa pendidikan bisa dikatakan baru berkembang dalam satu dekade tarkhir. Keberhasilan jasa pendidikan ditentukan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada para pengguna jasa pendidikan tersebut (siswa atau mahasiswa/peserta didik). Sebelum lebih jauh membahas mengenai kualitas jasa pendidikan, terlebih dahulu akan dibahas mengenai pengertian jasa termasuk jasa pendidikan dari beberapa ahli sehingga kualitas jasa pendidikan yang dimaksud dalam pembahasan ini dapat dipahami secara komprehensif.
Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual (Fandy Tjiptono, 1996:6). Dalam hal ini jasa berupa suatu kegiatan yang bermanfaat bagi pihak lain dalam memenuhi keinginan dan kebutuhannya.
Kotler mengemukakan pengertian jasa adalah a service is any act or performance that one party can offer to another that is essentially intangible and does not result in the ownership of anything is production may or may not be tied to a physical product (Kotler, 2003:444). Jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud, yang melibatkan hubungan antara penyaji jasa dengan konsumen pemakai dan tidak ada perpindahan kepemilikan (transfer of ownership) antara keduanya. Dalam menghasilkan jasa tersebut digunakan produk fisik untuk mendukung aktivitasnya.
Sedangkan Berry seperti dikutip Zeithaml dan Bitner mengemukakan: service are needs, process and performance (zeithaml and berry(1996:5). Jasa dapat diartikan sebagai unjuk kerja (performance) ataupun prosedur kerja, tindakan dan aktivitas (deeds), mapun proses yang dilakukan oleh seseorang atau institusi yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumennya. Selanjutnya dari beberapa definisi jasa yang telah dikemukakan sebelumnya dan dirangkum, Zeithaml dan Berry mengemukakan bahwa jasa adalah include all economic activities whose output is not a physical product or construction, is generally consumed at a time it is produced and provides added value in forms (such ans convenience, amusement, timeliness, comfort, and health) thata re assentially intangibles, concern of it first purchaser (adapted from Zeithaml and Berry, 1996:5).
Jasa adalah meliputi segenap kegiatan ekonomi yang menghasilkan output (keluaran) berupa produk atau kontruksi (hasil karya) nonfisik, yang lazimnya dikonsumsi pada saat diproduksi dan memberi nilai tambah pada bentuk (form) seperti kepraktisan, kecocokan/kepantasan, kenyamanan, dan kesehatan, yang pada intinya menarik cita rasa pada pembeli pertama. sementara itu, jasa pendidikan merupakan jasa yang bersifat kompleks karena sifat padat karya dan padat modal. Artinya, dibutuhkan banyak tenaga kerja yang memiliki skill khusus dalam bidang pendidikan dan padat modal karena membutuhkan infrastruktur (peralatan) yang lengkap dan harganya mahal.
b. Karakteristik Jasa Pendidikan.
Pada dasarnya jasa adalah sesuatu yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain yang sifatnya tidak berwujud dan tidak memiliki dampak perpindahan hak milik. Hal ini sangat erat kaitannya dengan karakteristik jasa yang perlu dipertimbangkan dalam merancang program pemasarannya. Jasa saecara umum memiliki karakteristik utama sebagai berikut:[7]
a. Tidak Berwujud (Intangibility)
Jasa tidak berwujud seperti produk fisik, yang menyebabkan pengguna jasa pendidikan tidak dapat melihat, mencium, mendengar, dan merasakan hasilnya sebelum mereka mengkonsumsinya (menjadi subsistem lembaga pendidikan). Untuk menekan ketidakpastian, pengguna jasa pendidikan akan mencari tanda atau informasi tentang kualitas jasa tersebut. Tanda maupun informasi dapat diperoleh atas dasar letak lokasi lembaga pendidikan, lembaga pendidikan penyelenggara, peralatan dan alat komunikasi yang digunakan, serta besarnya biaya yang ditetapkan. Eberapa hal yang akan dilakukan lembaga pendidikan untuk meningkatkan calon pengguna jasa pendidikan adalah:
a. Meningkatkan visualisasi jasa yang tidak berwujud menjadi berwujud.
b. Menekankan pada manfaat yang akan diperoleh (lulusan lembaga pendidikan).
c. Menciptakan atau membangun suatu nama merek lembaga pendidikan (education brand name).
d. Memakai nama seeorang yang sudah dikenal untuk meningkatkan kepercayaan konsumen.
b. Tidak Terpisah (Inseparability)
Jasa pendidikan tidak dapat dipisahkan dari sumbernya, yaitu lembaga pendidikan yang menyediakan jasa tersebut. Artinya, jasa pendidikan dihasilkan dan dikonsumsi secara serempak (simultan) pada waktu yang sama. Jika peserta didik membeli jasa maka akan berhadapan langsung dengan penyedia jasa pendidikan. Dengan demikian, jasa lebih diutamakanpenjualannya secara langsung dengan skala operasi yang terbatas. Oleh karena itu, lembaga pendidikan dapat menggunakan strategi bekerja dalam kelompok yang lebih besar, bekerja lebih cepat, atau melatih para penyaji jasa agar mereka mampu membina kepercayaan pelanggannya (peserta didik).
c. Bervariasi (Variability)
Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan nonstandardized out-put, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Ada tiga (3) faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa (Boove, Houston, dan Thill/1995), yaitu:
1) Partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa
2) Moral atau motivasi karyawan dalam melayani pelanggan
3) Beban kerja perusahaan
d. Perishability
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Apabila diperhatikan batasan dan karakteristik yang diutarakan di atas, ternyata dunia pendidikan merupakan bagian dari batasan tersebut. Dengan demikian, lembaga pendidikan termasuk dalam kategori sebagai lembaga pemberi jasa para konsumen, dalam hal ini siswa dan orangtua siswa. Mereka inilah yang berhak memberikan penilaian bermutu tidaknya keluaran (output) suatu lembaga pendidikan.
3. Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan
Dalam bidang pemasaran diperlukan konsep strategi yang meliputi 2 hal, yaitu:[8] Pertama, Distinctive Competence. Yaitu tindakan yang dilakukan oleh perusahaan agar dapat melakukan kegiatan yang lebih baik dari pada pesaingnya.
Kedua, Competitive Advantage. Yaitu kegiatan spesifik yang dikembangkan oleh perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya. Adapun strategi differensiasi termasuk dalam konsep Competitive Advantage Strategy, yaitu keunggulan bersaing disebabkan oleh pilihan strategi yang dilakukan perusahaan untuk merebut peluang pasar.
Menurut Michael Porter, strategi differensiasi merupakan salah satu dari tiga strategi pemasaran sebagai strategi bersaing, yaitu:
1. Differensiasi, adalah strategi memberikan penawaran yang berbeda dibandingkan penawaran yang diberikan oleh kompetitor. Strategi differensiasi mengisyaratkan perusahaan mempunyai jasa atau produk yang mempunyai kualitas ataupun fungsi yang bisa membedakan dirinya dengan pesaing. Strategi differensiasi dilakukan dengan menciptakan persepsi terhadap nilai tertentu pada konsumennya. Misalnya: persepsi mengenai keunggulan kerja, inovasi produk, pelayanan yang lebih baik, brand image yang lebih unggul, dan lain-lain.
2. Keunggulan biaya (low cost), adalah strategi mengefisienkan seluruh biaya produksi sehingga menghasilkan produk atau jasa yang bisa dijual lebih murah dibandingkan pesaing. Strategi harga murah ini fokusnya pada harga, jadi biasanya produsen tidak terlalu perduli dengan berbagai faktor pendukung dari produk ataupun harga yang penting bisa menjual produk atau jasa dengan harga murah kepada konsumen. Warung Tegal misalnya mengandalkan strategi harga. Mereka tidak perduli dengan kenyamanan orang ketika makan, bahkan juga dengan kebersihan, yang penting bisa menawarkan menu makanan lengkap dengan harga yang sangat bersaing.
3. Fokus (Focus), adalah strategi menggarap satu target market khusus. Strategi fokus biasanya dilakukan untuk produk ataupun jasa yang memang mempunyai karakteristik khusus. Beberapa produk misalnya hanya fokus ditargetkan untuk kaum muslim sehingga semua produknya memberikan benefit dan fungsi yang disesuaikan dengan aturan Islam. Produk yang fokus pada target market kaum muslim biasanya selalu mensyaratkan label halal, tanpa riba, dan berbagai aturan lain yang disesuaikan dengan ketentuan Islam.
B. Strategi
1. Pengertian strategi
Gerry Johnson dan Kevan Scholes (dalam buku “Exploring Corporate Strategy”) mendefinisikan strategi sebagai arah dan cakupan jangka panjang organisasi untuk mendapatkan keunggulan melalui konfigurasi sumber daya alam dan lingkungan yang berubah untuk mencapai kebutuhan pasar dan memenuhi harapan pihak yang berkepentingan (stakeholder).[9]
Menurut Sondang Siagian, strategi adalah cara terbaik untuk mempergunakan dana, daya tenaga yang tersedia sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan.[10] Menurut Chandler, strategi adalah penuntun dasar goal jangka panjang.[11] Strategi adalah rencana, metode atau serangkaian manuver atau siasat untuk mencapai tujuan atau hasil tertentu.
Strategi menurut Steinner dan Minner adalah penempatan misi, penetapan sasaran organisasi, dengan mengingat kekuatan eksternal dan internal dalam perumusan kebijakan tertentu untuk mencapai sasaran dan memastikan implementasinya secara tepat, sehingga tujuan dan sasaran utama organisasi akan tercapai.[12] Strategi adalah sejumlah keputusan dan aksi yang ditujukan untuk mencapai tujuan (goal) dan menyesuaikan sumber daya organisasi dengan peluang dan tantangan yang dihadapi dalam lingkungan organisasinya.[13]
Henry Mintzberg mendefinisikan strategi sebagai 5P, yaitu: strategi sebagai Perspektif, strategi sebagai Posisi, strategi sebagai Perencanaan, strategi sebagai Pola kegiatan, dan strategi sebagai Penipuan yaitu muslihat rahasia. Sebagai Perspektif, di mana strategi dalam membentuk misi, misi menggambarkan perspektif kepada semua aktivitas. Sebagai Posisi, dimana dicari pilihan untuk bersaing. Sebagai Perencanaan, dalam hal strategi menentukan tujuan performansi perusahaan. Sebagai Pola kegiatan, di mana dalam strategi dibentuk suatu pola, yaitu umpan balik dan penyesuaian.
Dari beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa strategi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Goal-directed actions, yaitu aktivitas yang menunjukkan “apa” yang diinginkan organisasi dan “bagaimana” mengimplementasikannya.
b. Mempertimbangkan semua kekuatan internal (sumber daya dan kapabilitas), serta memperhatikan peluang dan tantangan.
Dari berbagai pengertian dan definisi mengenai strategi, secara umum dapat didefinisikan bahwa strategi itu adalah rencana tentang serangkaian manuver, yang mencakup seluruh elemen yang kasat mata maupun yang tak-kasat mata, untuk menjamin keberhasilan mencapai tujuan.
2. Dimensi Strategi
Berdasarkan pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa strategi memiliki beberapa dimensi yang perlu diperhitungkan dan diketahui untuk mengurangi dampak elemen ketidakpastian dalam merumuskan dan mengimplementasikan strategi tersebut, antara lain :
a) Dimensi Keterlibatan Manajemen Puncak
Keterlibatan manajemen puncak merupakan keharusan, karena hanya pada tingkat manajemen puncak akan tampak segala bentuk implikasi berbagai tantangan dan tuntutan lingkungan internal dan eksternal, pada tingkat manajemen puncaklah terdapat cara pandang yang holistik dan menyeluruh.[14] Selain itu, hanya manajemen puncaklah yang memiliki wewenang untuk mengalokasikan dana, prasarana, dan sumber lainnya dalam mengimplementasikan kebijakan yang telah diputuskan. Dengan kata lain, peranan manajemen puncak sangat penting dalam merencanakan dan menentukan strategi yang berisikan visi, misi dan tujuan organisasi.
Manajemen puncak harus memperhatikan berbagai faktor yang sifatnya kritikal, antara lain:
1. Mengembangkan profil tertentu bagi organisasi.
2. Suatu strategi harus merupakan analisis yang tepat tentang kekuatan yang dimiliki oleh organisasi, kelemahan yang mungkin melekat pada dirinya, berbagai peluang yang mungkin timbul dan harus dimanfaatkan serta ancaman yang diperkirakan akan dihadapi.
3. Mengidentifikasikan beberapa pilihan yang wajar ditelaah lebih lanjut dari berbagai alternatif yang tersedia dikaitkan dengan keseluruhan upaya yang akan dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran organisasi.
4. Menjatuhkan pilihan pada satu alternatif yang dipandang paling tepat dikaitkan sasaran jangka panjang yang dianggap mempunyai nilai yang paling stratejik dan diperhitungkan dapat dicapai karena didukung oleh kemampuan dan kondisi internal organisasi.
b) Dimensi waktu dan orientasi masa depan
Dalam mempertahankan strategi untuk mengembangkan suatu eksistensi organisasi berpandangan jauh ke depan, dan berprilaku proaktif dan antisipatif terhadap kondisi masa depan yang diprediksi akan dihadapi.[15] Keputusan strategi harus didasarkan pada antisipasi dan prediksi yang akan terjadi bukan didasarkan yang sudah diketahuinya. Antisipasi masa depan tersebut dirumuskan dan ditetapkan sebagai visi organisasi yang akan diwujudkan di masa mendatang. Dengan sikap proaktif dan antisipatif manajemen puncak suatu organisasi akan lebih siap menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan yang akan terjadi dan tidak akan dihadapkan pada situasi dadakan.
c) Dimensi lingkungan Internal dan Eksternal
Dimensi lingkungan internal dan eksternal adalah suatu kondisi yang sedang dihadapi yang berupa kekuataan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang harus diketahui secara tepat untuk merumuskan rencana strategi yang berjangka panjang.[16] Dalam kondisi tersebut, manajemen puncak perlu melakukan analisis yang objektif agar dapat menentukan kemampuan organisasi berdasarkan berbagai sumber yang dimiliki.
Setiap manajemen puncak perlu menyadari bahwa organisasi yang dipimpinnya harus berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Setiap organisasi biasanya mempengaruhi lingkungannya dan tidak akan terlepas dari kondisi eksternal yang faktor-faktornya pada umumnya di luar kendali organisasi yang bersangkutan. Adapun dimensi lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan operasional, lingkungan nasional dan lingkungan global yang terdiri dari berbagai aspek atau kondisi, seperti sosial politik, sosial budaya, sosial ekonomi, kependudukan, kemajuan ilmu teknologi, adat istiadat, agama, dan berbagai perubahan lain yang senantiasa terjadi.[17]
Dengan demikian, manajemen puncak memahami terhadap kondisi lingkunngan internal dan eksternal bagi organisasi dan mampu melakukkan berbagai pendekatan juga teknik untuk merumuskan strategi organisasi yang dipimpinnya.
d) Dimensi konsekuensi isu strategi
Dalam mengimplementasikan strategi harus didasarkan pada penempatan organisasi sebagai suatu sistem. Setiap keputusan strategi yang dilaksanakan harus dapat menjangkau semua komponen atau unsur organisasi, baik arti sumber daya maupun arti satuan-satuan kerja tersebut dikenal, seperti departemen, divisi, biro, seksi, dan sebagainya.[18]
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi
Ada beberapa faktor yang menjadi pendukung dalam merumuskan strategi, agar suatu organisasi tetap eksis, tangguh menghadapi perubahan, dan mampu meningkatkan efektivitas dan produktivitas. Faktor-faktor tersebut antara lain : tipe dan struktur organisasi, gaya manajerial, kompleksitas lingkungan eksternal, kompleksitas proses produksi, dan hakikat berbagai masalah yang dihadapi. [19]
a) Tipe dan struktur organisasi
Struktur organisasi dapat didefinisikan sebagai ”lukisan interaksi, aktivitas-aktivitas peranan, hubungan-hubungan, dan hirarki tujuan suatu organisasi”.[20]
Tipe dan struktur organisasi yang dipilih untuk digunakan harus berhubungan dengan kepribadian organisasi tersebut, sebab setiap organisasi pasti memiliki kepribadian yang khas. Dengan demikian, dalam struktur organisasi harus terdapat beberapa unsur, antara lain spesialisasi kerja, standarisasi, koordinasi, sentralisasi atau desentralisasi dalam pengambilan keputusan kerja dan ukuran kerja.[21]
Oleh sebab itu, pihak manajemen harus memilih secara tepat tipe dan struktur organisasi yang akan digunakan dalam menentukan strategi organisasi. Empat faktor utama yang harus diperhatikan pihak manajemen dalam menentukan sebuah struktur organisasi, adalah : ”strategi yang ditetapkan, teknologi yang digunakan, SDM yang terlibat, dan ukuran organisasi”.[22] Dengan demikian struktur organisasi tidak hanya sebagai tempat kegiatan berlangsung, tetapi juga menjadi wahana yang efektif bagi para anggotanya untuk berinteraksi.
Dalam hubungan struktur dengan struktur organisasi, ”struktur organisasi mengikuti dan mencerminkan strategi pertumbuhan dari perusahaan”.[23] Dengan kata lain, bahwa struktur organisasi akan berubah jika terjadi perubahan dalam strategi yang ditetapkan.
b) Gaya manajerial (kepemimpinan)
Dalam teori kepemimpinan dikenal berbagai tipologi kepemimpinan, antara lain adalah tipe otokratik, paternalistik, laisez faire, demokratik, dan kharismatik.[24] Namun demikian, tidak ada satu tipe yang sesuai dan dapat digunakan secara konsisten pada semua jenis dan kondisi organisasi. Untuk itu, hanya gaya manajerial sebagai faktor yang harus diperhitungkan dalam menerapkan strategi memerlukan kecermatan dalam membaca situasi.
c) Kompleksitas lingkungan eksternal
Lingkungan eksternal organisasi selalu bergerak dinamis. Gerakan dinamis tersebut berpengaruh pada cara mengelola organisasi dan termasuk dalam merumuskan dan menetapkan strategi.[25] Karena tidak ada organisasi yang dapat membebaskan diri dari dampak lingkungan eksternal, maka dinamika tersebut harus dikenali, dianalisis, diperhitungkan, dan dimanfaatkan demi mencapai tujuan dan sasaran organisasi.
Oleh sebab itu, hemat peneliti, melalui analisa terhadap lingkungan eksternal, sebuah organisasi dapat mengimplementasikan strategi pengkaderan suatu organisasi yang yang ditetapkan untuk mendayagunakan kekuatan dan mengatasi kelemahan organisasi dalam memanfatakan peluang dan menghadapi hambatan atau tantangan yang terjadi.
d) Hakikat masalah yang dihadapi
Strategi merupakan keputusan dasar yang diambil oleh manajemen puncak melalui berbagai analisis dan perhitungan terhadap lingkungan internal dan eksternal organisasi. Karena itu, keputusan yang diambil oleh manajemen puncak akan menentukan kesinambungan organisasi saat sekarang dan masa depan.[26]
[1] Diakses pada 30 Maret 2008 dari www.geocities.com/infobetastudio/doc/straper.doc
[2] Freddy Rangkuti, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis; Reorientasi, Konsep dan Perencanaan Strategis untuk Menghadapi abad 21, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997, hlm. 48
[3] Diakses pada 30 Maret 2008 dari
http://chinmi.wordpress.com/2007/07/31/arti-definisi-pengertian-pemasaran-menurut-para-ahli/
[4] Diakses pada 30 Maret 2008 dari
http://hadisugito.fadla.or.id/2005/12/11/strategi-pemasaran-dan-pengendalian-mutu-produk/
[5] Sofjan Assauri, Manajemen Pemasaran, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004) Cet 7, hlm. 5.
[6] Freddy Rangkuti, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis; Reorientasi, Konsep dan Perencanaan Strategis untuk Menghadapi abad 21, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997, hlm. 48
[7] Fandi Tjiptono, Manajemen Jasa, Yogyakarta: Andi, 2000, hlm. 15.
[8] Larry Friedman, The Channel Advantage, Prentice Hall: New Jersey, 1997
[9] Diakses pada 30 Maret 2008 dari
http://strategika.wordpress.com/2007/06/24/pengertian-strategi/
[10] Sondang Siagian, Analisys serta Perumusan Kebijaksanaan dan Strategi Organisasi, (Jakarta: PT.Gunung Agung, 1986), hlm. 17
[11] Supriyono, Manajemen Strategi dan Kebijaksanaan Bisnis, (Yogyakarta : BPFC, 1985), hlm. 9
[12] George Steinner dan John Minner, Manajemen Startejik, (Jakarta : Erlangga, 2002), h.20
[13] Mudjarad Kuncoro, Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif?, (Jakarta: Erlangga, 2005), hlm. 12.
[14] Sondang P. Siagian, Manajemen Startejik, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001), hlm. 18.
[15] Hadari Nawawi, Manajemen Startejik Organisasi non Profit Bidang Pemerintahan dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan, ( Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 2000), hlm. 153.
[16] Hadari Nawawi, Manajemen Startejik ..., hlm. 157.
[17] Hadari Nawawi, Manajemen Startejik..., hlm. 158
[18] Sondang P. Siagian, Manajemen Startejik..., hlm. 19
[19] Sondang P. Siagian, Manajemen Startejik..., hlm. 23
[20] Abdul Syani, Manajemen Organisasi, (Jakarta : Bina Aksara, 1987), hlm.133
[21] M. Ismail Yusanto dan M. Karebet Widjajakusuma, Pengantar Manajemen Syariat, (Jakarta : Khairul Bayaan, 2002), hlm.13
[22] M. Ismail Yusanto dan M. Karebet Widjajakusuma, Pengantar Manajemen Syaria, hlm.132.
[23] Wilhemus W. Bakowatun dan Benyamin (eds.). M, Manajemen, (Jakarta : Intermedia, 1994), hlm. 337.
[24] Sondang P. Siagian, Manajemen Startejik, hlm. 32.
[25] M. Ismail Yusanto dan M.Karebet Widjajakusuma, Pengantar Manajemen Syariat, hlm. 25.